Namun sedapat mungkin ibu menghindari faktor-faktor eksogen yang dapat menyebabkan tetralogi fallot. Kurang sering terjadi daripada kejadian-kejadian vaskuler otak. Pada penderita dengan pembedahan korektif. Pencegahan Pencegahan Tetralogi Fallot adalah antara lain dengan menghindari penyebabnya. Bila disertai dengan ASD disebut pentalogy of fallot. Bila tipe VSD adalah subarterial doubly committed maka dikenal sebagai oriental atau mexican fallot. (Akhyar, 2008) Tetralogi Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik.
Tetralogy of FallotAndrea Frederick RN, NPNurse Practitioner, Adult Congenital CardiologyStanford Hospital and ClinicsPalo Alto, CaliforniaI. The heart starts as a tube. Two sections of the tube, the truncus arteriosus andthe bulbus cordis, grow towards each other. The truncus arteriosus twists 180°as it grows down towards the bulbus cordis. This twisting separates the aortaand the pulmonary artery. Anterior deviation of the twisting causes tetralogy of Fallot (TOF).
Anatomic features include:1. Smaller right ventricular outflow tract (RVOT) and pulmonary valve (PV)2. Impeded flow from right ventricle (RV)3. Anterior malaligned ventricular septal defect (VSD).4. Enlarged aortic root which overrides the VSD5. Right ventricular hypertrophy (RVH) develops as a result of the RV pumpingagainst the small RVOT and PVII. Right sided obstruction may occur at three levels.1.
Obstruction along the RVOT2. Hypoplasia/stenosis of the pulmonary valve (PS)3. Stenosis of the pulmonary arteriesB.
Aorta (Number 2 in illustration )1. Sits over the VSD, called an ‘overriding’ aorta.2. Aortic root dilationa.
Occurs with significant sub-pulmonary stenosis and right to leftshunting across the VSDb. Results from increased blood flow across the aortic valveC. Right ventricular hypertrophy (Number 3 in illustration)1. Occurs if TOF repair is not done early in life.D.
Ventricular septal defect (Number 4 in illustration).
Tetralogi fallot (TOF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri.
Pada sekitar 80% kasus, penyebab penyakit jantung kongenital tidak diketahui. Faktor lingkungan seperti infeksi virus pada ibu (terutama rubella), peminum kronis, dan obat seperti thalidomide, semuanya jelas berhubungan dengan CHD. Faktor ini sangat penting pada umur kehamilan minggu keempat sampai kesembilan setelah konsepsi. Selama periode tersebut, ruang atrium dan ventrikel mengalami pemisahan oleh septum, katup jantung mengalami pembentukan dan trunkus arteriosus yang primitif terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Insiden CHD menunjukkan kenaikan pada ibu penderita DM yang insulin-dependen atau fenilketonuria. Walau ditemukan hubungan yang lemah antara insiden kelainan dengan jantung bawaan dengan faktor keturunan hubungan ini jelas terlihat; umumnya hanya satu dari sepasang kembar monozigot yang terkena.
Resiko lesi jantung kongenital pada keturunan individu yang terkena berbeda-beda tergantung pada sifat defek, misalnya dari 2% yang mempunyai koarktasio aorta ditemukan sekitar 4%-nya merupakan defek septum ventrikuler. Apabila dua atau lebih anggota keluarga yang terkena, resiko kelihatannya lebih tinggi dan, pada kejadian ini, dianjurkan untuk mengadakan konsultasi genetik. Distribusi defek tidak secara umum mengikuti pola yang jelas dari hukum Mendel (Sadler, 2000). Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterine, trunkus arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Pembagian berlangsung sedemikian, sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya aorta akan berasal dari posterolateral sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak antero-medial. Septum yang membagi trunkus menjadi aorta dan arteri pulmonalis kelak akan bersama sama dengan endokardial cushion serta bagian membrane septum ventrikel, menutup foramen interventrikel. Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi antara minggu ke 4 dan minggu ke 8.
Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot terdiri dari septum ventrikel subaortik yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi aorta dan hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25% kasus kombinasi infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya ialah stenosis pulmonal perifer. Derajat over riding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri.
Juga sangat menentukan sikap pada waktu pembedahan. Arkus aorta yang berada di sebelah kanan disertai knob aorta dan aorta descenden di kanan terdapat pada 25% kasus. Pada keadaan ini arteria subklavia kiri yang berpangkal di hemithorax kanan biasanya menyilang di depan esophagus, kadang disertai arkus ganda. Pada tetralogi fallot dapat terjadi kelainan arteri koronaria. Arteri koronaria yang letaknya tidak normal ini bila terpotong waktu operasi dapat berakibat fatal. Sirkulasi kolateral di paru pada tetralogi fallot yang terbentuk tergantung pada kurangnya aliran darah ke paru. Pembuluh kolateral berasal dari cabang cabang arteria bronkialis.
Pada keadaan tertentu jumlah kolateral sedemikian hebat sehingga menyulitkan tindakan bedah. Pembuluh kolateral tersebut harus diikat sebelum dilakukan pintasan kardiopulmonal. Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya terjadi ketidak jenuhan darah arteri dan sianosis menetap.
Aliran darah paru paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang dari duktus arteriosus menetap. Gambaran klinis sering khas. Karena aorta menerima darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri dan yang tanpa oksigen dari ventrikel kanan, maka terjadilah sianosis. Stenosis pulmonalis membatasi aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru dan apabila ini berat, untuk kelangsungan hidupnya hanya mungkin apabila duktus arteriosus tetap terbuka.
Bising sistolik diakibatkan baik oleh defek septum ventrikuler atau, bila berat, stenosis pulmonalis. Seperti juga pada seluruh penderita yang hipoksia, konsentrasi hemoglobin menunjukkan kenaikan. Gagal jantung kanan tidak dapat dihindari dan endokarditis bakterialis akan terjadi. Anak yang menderita dispnea akibat tetralogi fallot kadang-kadang mempunyai posisi tubuh yang khas akibat penyesuaian, dimana kedua kaki diletakkan berdekatan dengan sendi paha, atau duduk dengan posisi “kaki-dada”. Keadaan ini akan meningkatkan aliran balik vena dari tungkai bawah atau, lebih spekulatif, untuk mengurangi perfusi arteri perifer, yang karenanya akan meningkatkan aliran melalui duktus arteriosus atau defek septum ventrikuler ke sirkulasi sebelah kanan. Sebelum ada pengobatan operasi yang maju, sebagian besar penderita akan meninggal dunia (Underwood, 2000). Serangan serangan dispnea paroksismal (serangan serangan anoksia “biru”) terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita.
Bayi tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat, penderita mulai sulit bernapas dan disusul dengan terjadinya sinkop. Serangan serangan demikian paling sering terjadi pada pagi hari. Serangan serangan tersebut dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam dan kadang kadang berakibat fatal.
Episode serangan pendek diikuti oleh kelemahan menyeluruh dan penderita akan tertidur. Sedangkan serangan serangan berat dapat berkembang menuju ketidaksadaran dan kadang kadang menuju kejang kejang atau hemiparesis. Awitan serangan biasanya terjadi secara spontan dan tidak terduga. Serangan yang terjadi itu mempunyai kaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal yang memang mengalami gangguan sebelumnya, yang berakibat terjadinya hipoksia dan asidosis metabolis (Mansjoer, 2000).
Pemulihan akan berlangsung dengan cepat, demikian pula pH nya kembali kepada keadaan normal. Pengukuran pH darah yang berulang diperlukan, karena kekambuhan asiodis sering ditemukan. Untuk mencegah terulangnya serangan sianotik diberikan propanolol per oral 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dengan hasil yang sangat baik pada beberapa penderita dengan serangan hebat, terutama yang disertai takikardi. Serangan sianotik lebih sering terjadi pada pasien dengan anemia, maka bila terdapat anemia relatif akibat defisiensi besi perlu diberikan preparat besi sampai kadar hemoglobin mencapai 16-18 g/dl dan hematokrit 55-65%.
Merupakan suatu keharusan bagi semua penderita tetralogi fallot. Pada bayi dengan sianosis yang jelas, sering pertama-tama dilakukan operasi pintasan atau langsung dilakukan pelebaran stenosis trans-ventrikel. Koleksi total dengan menutup VSD seluruhnya dan melebarkan stenosis pulmonal pada waktu ini sudah mungkin dilakukan.
Umur optimal untuk koreksi total pada saat ini adalah 7-10 tahun. Walaupun kemajuan telah banyak dicapai, namun sampai sekarang operasi semacam ini lalu disertai resiko besar (Staf IKA, 2007). Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun, tetapi semua ini bergantung kepada besar kelainan. Ancaman pada anak dengan tetralogi fallot adalah abses otak pada umur sekitar 2-3 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan leukositosis memberikan kecurigaan akan adanya abses otak.
Jika pada bayi dengan tetralogi fallot terdapat gangguan neurologis, maka cenderung untuk diagnosis trombosis pembuluh darah otak daripada abses otak. Anak dengan tetralogi fallot cenderung untuk menderita perdarahan banyak, karena mengurangnya trombosit dan fibrinogen. Kemungkinan timbulnya endokarditis bakterialis selalu ada (Staf IKA, 2007). Fisik: Kompos mentis, sianosis, tekanan darah 100/60, nadi 120 kali/menit, respirasi 30 kali/menit, suhu badan 36,5 0C, tekanan vena jugularis normal, dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-), suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), iktus kordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, tak kuat angkat, batas jantung normal, S1 tunggal, S2 split tak konstan, bising sistolik derajat 3 atau 6, punctum maximum di SIC V, 2 cm di lateral linea medioclavikularis sinistra, abdomen normal, hepar dan lien tidak teraba, akral hangat, nadi cepat, jari tabuh, kuku sianosis.
Nita mengeluh mudah lelah, karena pada penyakit tetralogi fallot terjadi gangguan pada proses metabolisme yang mengakibatkan tertumpuknya asam laktat pada otot sehingga menyebabkan perasaan mudah lelah. Biasanya, saat Nita berlari tiba-tiba dia merasa sesak napas lalu kemudian berjongkok.
Gejala berjongkok setelah pasien beraktivitas dinamakan gejala squating. Dalam posisi jongkok, Nita merasa lebih nyaman karena aliran balik dari tubuh bagian bawah berkurang dan menyebabkan kenaikan saturasi oksigen arteri (Mansjoer, 2000). Pada pemeriksaan, tidak ditemukan adanya demam ataupun batuk pilek. Hal ini menandakan bahwa tidak adanya infeksi bakteri atau virus.
Sejak usia 2 minggu setelah kehamilan, Nita tampak kebiruan atau sianosis. Sianosis diakibatkan karena stenosis pulmonal yang terjadi pada penyakit tetralogi fallot. Stenosis pulmonal yaitu terjadinya penyempitan pada pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru-paru, sehingga mengakibatkan turunnya oksigen. Oleh karena itu, terjadi sianosis.
Sianosis hanya terdapat setelah menangis, minum, dan stres. Serangan anoksia merupakan tanda bahaya pertama. Segera setelah bangun atau setelah menangis keras, terjadi sianosis jelas, setelah itu pucat dan pingsan.
Penyebab serangan ini masih belum jelas (Staf IKA, 2007). Clubbing fingers/digital clubbing/jari tabuh merupakan kelainan bentuk jari dan kuku tangan yang berhubungan dengan sejumlah penyakit yang berkaitan dengan jantung dan paru-paru. Patofisiologi clubbing finger yang terbaru dijelaskan oleh Prof. Bonthron dan dr. Chris Bennet dari Yorkshire Regional Genetics Service.
Mereka mempelajari sekelompok pasien yang menderita primary hypertrophic osteoarthropathy (PHO), suatu kelainan genetik yang ditandai oleh clubbing finger, pembesaran sendi yang disertai nyeri dan penebalan tulang jari tangan. Penemuan mereka menunjukkan bahwa Prostaglandin E2 (PGE2), yang diproduksi oleh tubuh sebagai mediator inflamasi, memegang peran penting pada proses terjadinya clubbing finger.
Pada keadaan normal, PGE2 akhirnya akan didegradasi oleh enzim 15-HPGD, yang diproduksi terutama oleh jaringan paru. Untuk kasus gangguan jantung, aliran darah yang menuju ke paru akan berkurang, sehingga proses degradasi PGE2 yang sebagian besar terjadi di jaringan paru akan terganggu (Guyton, 2006). Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai tetralogi fallot antara lain defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan hipertrofi ventrikel kanan. Penyebab tetralogi fallot terdiri dari 2 faktor, yaitu endogen dan eksogen. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan mengalami keluhan sesak saat beraktivitas, berat badan bayi yang tidak bertambah, clubbing fingers, dan sianosis.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.